This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 13 November 2016

ANALISIS PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM

ANALISIS PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Telaah Kurikulum

Dosen pengampu :
Prof. Dr. Nur Ahid, M. Ag.


Disusun oleh :
Isna Lutfi Rohmatin   (932100613)
Zuna Ma’muna Mustofa (932103413)
Muhammad Rokim          (932101713)
Abdulloh Hemtam                                                          

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
2015





Wajar 9 Tahun



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Solat merupakan salah satu metode yang digunakan oleh orang muslim untuk mendapatkan frekuensi dari Tuhannya. Oleh karena itu, menjadi penting bagi seorang muslim untuk terus mengupgread kualitas solat mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengetahui tata cara solat dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Sehubungan dengan hal itu, maka kami disini akan menuangkan tulisan mengenai tata cara dan hal  
Solat ‘idain adalah 2 solat hari raya yang dilakukan setiap tanggal 1 syawal yang disebut juga dengan solat Idul Fitri dan tanggal 10 dzulhijjah yang disebut solat Idhu Adha.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan solat ‘Idain?
2.      Apa saja ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan solat id ataupun hal yang berkaitan dengannya?
3.       Apa saja rukun solat, sunah solat dan ketentuan khutbah dalam solat id?






BAB II
PEMBAHASAN

1.      Latar Belakang Munculnya Kebijakan Wajib Belajar 9 Tahun
Program wajib belajar 9 tahun yang sudah dicanangkan sejak 2 mei 1994, seharusnya sudah mengalami keberhasilan apabila pemerintah serius serta konsisten dalam menangani tentang kebijakan tersebut. Namun sampai sekarang rencana wajib belajar 9 tahun tersebut hanya sekedar wacana yang tidak ditindaklanjuti dengan kebijakan yang sesuai, sehingga kebijakan wajar 9 tahun tersebut mengalami kendala dalam pelaksanaanya.
Program wajib belajar 9 tahun merupakan salah satu program yang dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang minimal memiliki kemampuan dasar yang diperlukan. Dengan adanya kemampuan dasar tersebut diharapkan masyarakat Indonesia mampu serta mau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ataupun hanya sekedar untuk menjalani kehidupan dalam bermasyarakat.
Dengan berbekal kemampuan dasar yang baik diharapkan masyarakat mampu mencari pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, mampu beradaptasi dengan kehidupan dimana dia berada serta mampu menghadapi masalah yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu, wajib belajar 9 tahun bukan hanya sebagai partisipasi masyarakat dalam pendidikan tetapi juga sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa.
Wajib belajar 9 tahun termasuk dalam konsep pendidikan untuk semua. Yaitu konsep pendidikan dasar yang diharapkan mampu menjangkau masyarakat yang kurang mampu dan masyarakat-masyarakat yang hidup di daerah yang terpencil serta masyarakat yang belum begitu memiliki kesadaran dalam pendidikan.[1]
Pemerintah Indonesia menyusun wajib belajar 9 tahun bagi anak usia sekolah dasar yaitu anak usia 7-15 tahun yang meliputi sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Pada dasarnya program wajib belajar 9 tahun ini disamping diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia juga diharapkan dapat menuntaskan beberapa hal sebagai berikut:[2]
1.      Angka partisipasi kasar SMP/MTs/Setara diharapkan mencapai minimal 95% dengan layanan baik sesuai dengan standar pelayanan minimal.
2.      Terdapat kesetaran gender dalam pendidikan dasar, sehingga angka partisipasi kasar untuk perempuan di SMP/mts/setara mancapai 95%.
3.      Layanan pendidikan dasar berjalan dengan baik, sehingga angka mengulang kelas di SD/MI maksimal 1 %, SMP/MTs maksimal 0,28%, angka putus sekolah di SD/MI maupun di SMP/MTs maksimal 1 %, angka melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs  mencapai 99%, angka kelulusan di SD/ MI minimal 99% dan di SMP/MTs minimal 97 %.
            Pendidikan dasar mempunyai posisi yang strategis dalam penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh. Sebab pada pendidikan dasar inilah anak mengenal membaca, menulis, berhitung, menggambar, serta merupakan dasar seorang anak untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
2.      Substansi Kebijakan Program Wajib Belajar 9 Tahun.
Pendidikan dasar adalah jenjang sistem persekolahan nasional. Pendidikan dasar diselengarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik untuk memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar merupakan pilar, maka semakin besar pendidikan maka semakin besar peluangnya untuk lebih mampu berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dalam konteks ini yang dimaksud pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya  sembilan tahun diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah  Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam satuan pendidikan yang satuan sederajat. Program wajib belajar 9 tahun merupakam perwujudan pendidikan untuk semua anak usia (7-15 tahun).
Pelaksanaan pendidikan wajib belajar 9 tahun direncanakan oleh presiden Indonesia 2 Mei 1994. Pendidikan Dasar 9 tahun bukanlah wajib belajar dalam arti yang dilaksanakan dinegara maju yang yang mempunyai ciri-ciri, (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah, (2) diatur dengan undang-undang wajib belajar, (3) ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah.
Program wajib belajar  9 tahun di Indonesia lebih merupakan universal education yaitu berusaha membuka kesempatan belajar dengan menumbuhkan aspirasi pendidikan  orang tua agar anak yang cukup umur dapat mengikuti pendidiksn. dengan demikian pendidikan 9 tahun lebih mengutamakan tanggung jawab moral orang tua dan peserta didik untuk mengikuti pendidikan karena berbagai kemudahan yang disediakan, pengaturan tidak dengan mengunakan undang-undang khusus.
Secara rinci bentuk satuan  pendidikan dasar yang menyelenggarakan program wajib belajar 9 tahun dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1)   SD/SMP Biasa, yaitu SD/SMP yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat dalam menghadapi situasi yang normal.
(2)   SD/SMP Kecil, SD/SMP negeri yang diselenggarakan di daerah yang berpenduduk sedikit.
(3)   SD/SMP terpadu, yaitu SD/SMP negeri yang menyelengarakan pendidikan anak yang menyandang klainan fisik.
(4)   MI/MTS, yaitu madrasah yang berciri khas agama islam yang diselengarakan pemerintah di bawah bimbingan Departemen Agama.
Isi Program Pengajaran, Kurikulum pendidikan dasar merupakan seperangkat rencana dan pengaturan dan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar di SD/SMP
Isi kurikulum pendidikan dasar wajib memuat sekurang kurangnya  bahan kajian dan pelajaran tentang pendidikan kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indosesia, membaca dan menulis, matematika termasuk berthitung pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah, kerajian tangan dan kesenian , pendidikan jasmani, bahasa inggris
Isi kurikulum pendidikan dasar 9 tahun memuat sejumlah mata pelajaran sebagai berikut; Pendidikan Pancasila, Pendidikan agama, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, kesenian, bahasa Inggris, PENJAS, muatan lokal. salah satu ciri kurikulum pendidikan dasar 9 tahun ini adanya mata pelajaran “muatan lokal” berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan  siswa yang dianggap perlu oleh sekolah yang bersangkutan.[3]
Muatan Lokal ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Tingkat            II dengan persetujuan  Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan ketentuan sebagai berikut: Muatan Lokal berupa mata pelajaran bahasa daerah dapat diadakan  apabila telah tersedia kurikulum, buku pelajaran, dan tenaga penyelenggara/ pengajar mata pelajaran bahasa daerah yang berssangkutan.


  1. Implementasi Kebijakan Wajib Belajar 9 Tahun.
Upaya pembangunan pendidikan dalam seluruh aspeknya cukup mendapat dukungan luas dan nampaknya telah menjadi komitmen bangsa, hal ini terlihat dari berbagai program pemerintah yang diarahkan untuk berupaya terus menuntaskannya program perbaikan sumber daya manusia yaitu pendidikan. Upaya pembangunan pendidikan dimulai dengan peningkatan usia wajib belajar dari 6 tahun menjadi 9 tahun sebagai bentuk inovasi pendidikan, dimaksudkan dengan meningkatnya lama sekolah maka akan lebih meningkatkan kemampuan dan ketrampilan seorang anak. Seperti yang termuat dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 bahwasanya Pemerintah menetapkan kebijakan wajib belajar 9 tahun, karena pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga NKRI.
Pelaksanaan wajib belajar 9 tahun pada masa dahulu belumlah mendapat dukungan penuh dari masyarakat karena alasan ekonomi yang sangatlah rendah, jarak rumah ke sekolah sangatlah jauh dan lain sebagainya. Hal itu menjadi alasan utama bagi mereka yang mayoritas bermukim di pedesaan. Berdasarkan Isi Jurnal yang berjudul “ Faktor-faktor yang Terkait dengan Rendahnya Pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, bahwasanya kebijakan pemerintah mengenai wajib belajar 9 tahun, pengimplementasiannya belum terlaksana dengan baik, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Di tingkat provinsi yaitu Papua, Sulsel dan NTT memiliki presentase dan jumlah anak usia 7-12 tahun tidak sekolah. Hal ini sudah tentu adanya kurang kepedulian masyarakat akan pentingnya kebijakan wajib belajar 9 tahun. Namun jika dilihat dari masa sekarang, wajib belajar 9 tahun sudahlah terlaksana dengan baik.[4]
Hal ini dibuktikan dengan kenaikan ekonomi masyarakat sehingga banyak anak yang tidak hanya lulusan SD saja melainkan banyak yang sudah melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat sudah meningkat.
Dan dalam jurnal yang berjudul “Model Posdaya dalam Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun”, bahwasanya penyadaran terhadap orang tua yang memiliki anak yang belum menamatkan pendidikan dasar 9 tahun perlu terus dilakukan, diantaranya dengan memberdayakan mereka melalui suatu wadah yaitu posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga). Oleh karena itu, semua pihak terkait perlu mendukung keberhasilan posdaya sebagai salah satu model pemberdayaan keluarga terutama dalam aspek pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan sebagainya.[5]

















BAB III
      KESIMPULAN

Latar belakang munculnya kebijakan wajib belajar 9 tahun adalah dicanangkannya oleh Pemerintah Republik Indonesia pada 2 mei 1994 yang mewajibkan belajar bagi anak pendidikan dasar, yang meliputi sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.yang bertujuan ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Substansi wajib belajar 9 tahun adalah terletak pada kurikulumnya yang menekankan pencapaian tujuan nasional dalam bidang pendidikan, adapun isi kurikulum pendidikan dasar 9 tahun memuat sejumlah mata pelajaran sebagai berikut; Pendidikan Pancasila, Pendidikan agama, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, kesenian, bahasa Inggris, PENJAS, muatan lokal. salah satu ciri kurikulum pendidikan dasar 9 tahun ini adanya mata pelajaran “muatan lokal” berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan  siswa yang dianggap perlu oleh sekolah yang bersangkutan.
Implementasi wajib belajar 9 tahun belumlah mendapat dukungan penuh dari masyarakat karena alasan ekonomi yang sangatlah rendah, jarak rumah ke sekolah sangatlah jauh dan lain sebagainya. Hal itu menjadi alasan utama bagi mereka yang mayoritas bermukim di pedesaan, namun jika dilihat dari masa sekarang, wajib belajar 9 tahun sudahlah terlaksana dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan ekonomi masyarakat sehingga banyak anak yang tidak hanya lulusan SD saja melainkan banyak yang sudah melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi masyarakat sudah meningkat.






DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. Kebijakan Pendidikan.  Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2015
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1999.
Faktor-Faktor yang Terkait dengan Rendahnya Pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, Nur Berlian VA, Jurnal Pendidikan & Kebudayaan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011.
Model Posdaya dalam Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun , Oos M. Anwas, Jurnal Pendidikan & Kebudayaan, Vol. 16, No. 2, Maret 2010.






[1]  H. M. Hasbullah,  Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja grafindo Persada, 2015), 155.
[2]  Ibid., 156.
[3] Drs. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1999), 145.
[4] Faktor-Faktor yang Terkait dengan Rendahnya Pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, Nur Berlian VA, Jurnal Pendidikan & Kebudayaan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011.
[5]Model Posdaya dalam Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun , Oos M. Anwas, Jurnal Pendidikan & Kebudayaan, Vol. 16, No. 2, Maret 2010.

Minggu, 06 November 2016

Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan Konselor
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas  Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu :
Nila Zaimatus Septiana, M. Pd.
220px-Logo_STAIN_Kediri
 







                                                            Disusun oleh:
                                                1. Rizki Rahma Diana             (932101513)
                                                2. Kurnia Silvi Mustika Sari    (932102613)
                                                3. Nurul Choiriyah                  (932103913)
                                                4. Ahmad Wildan Habibi        (932116013)
                                                5. Abu Hasan                          (932108813)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
            Bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa pada khususnya di sekolah. Bimbingan dan Konseling di sekolah, selain meminimalisir angka kenakalan murid, juga mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas anak didik. Dalam bimbingan dan koseling tidak hanya konselor yang berperan namun ada guru juga yang menjadi mitra konselor.
Guru atau Pendidik merupakan individu-individu yang memiliki tugas dan peranan penting dalam memberikan dan menstransfer pengetahuan kepada para pesrta didiknya. Pada perkembangannya tugas guru kini semakin kompleks. Tugas guru bukanlah hanya untuk menyampaikan segudang materi tentang teori-terori konsep yang begitu rumit, tetapi seorang guru juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan bimbingan serta konseling kepada para peserta didiknya untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
            Hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan. Seperti masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula masalah-masalah peserta didik yang ditangani konselor terkait dengan proses pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya. Dengan demikian kami membahas mengenai keunikan dan keterkaitan tugas guru dan konselor.
B. Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana hakikat guru dan konselor?
2.      Apa saja tugas dan kompetensi guru?
3.      Apa saja tugas dan kompetensi konselor?
4.      Bagaimana keunikan dan keterkaitan tugas guru dan konselor?
5.      Bagaimana guru sebagai mitra konselor?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Guru dan Konselor.
            1. Hakikat Guru.
                        Guru adalah pelaksana pengajaran serta bertanggung jawab memberikan informasi tentang siwa untuk kepentingan bimbingan dan konseling. Tugas utama seorang guru adalah mengajar. Dalam kesempatan mengajar siswa, guru mengenal tingkah laku, sifat-sifat, kelebihan dan kelemahan setiap siswa. Dengan demikian, disamping bertugas sebagai pengajar, guru juga bertugas dan berperan dalam bimbingan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun guru dengan orangtua. Sebagai pembimbing guru merupakan tangan pertama dalam usaha membantu memecahkan kesulita siswa.[1]
            2. Hakikat Konselor.
                        Konselor adalah pelaksana utama yang mengkoordinasi semua kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Konselor dituntut untuk bertindak secara bijaksana, ramah, bisa menghargai, dan memeriksa keadaan orang lain, serta berkepribadian yang baik, karena konselor nantinya akan berhubungan langsung dengan siswa yang bermasalah. Konselor juga mengadakan kerjasama dengan guru-guru lain, sehingga guru-guru dapat meningkatkan mutu pelayanan dan pengetahuannya demi suksesnya program bimbingan dan konseling.[2]
B. Peran  dan Kompetensi Guru.
1. Peranan Guru dalam Bimbingan dan Konseling.
            Menurut dewa ketut sukardi ada 6 peran guru dalam menunjang pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yakni diantaranya :
a)        Guru sebagai perancang pembelajaran (Designer of Instruction).
Guru sebagai perancang pengajaran dituntut memiliki kemampuan untuk merencanakan atau merancang kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien. Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang prinsip-prinsip belajar sebagai suatu landasan dalam merencanakan kegiatan belajat mengajar.
b)        Guru sebagai pengelola pembelajaran (Manager of Instruction).
                           Guru sebagai pengelola pengajaran dituntut memiliki kemampuan untuk mengelola seluruh proses kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efektif dan efisien. Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar.
c)        Guru sebagai pengarah pembelajaran.
                           Hendaknya guru senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Dalam hubungan ini, guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar.
d)       Guru sebagai evaluator (Evaluator of Student Learning).
                           Guru sebagai evaluator dituntut untuk secara terus-menerus mengikuti hasil-hasil (prestasi) belajar yang telah dicapai peserta didiknya dari waktu ke waktu.
e)        Guru sebagai pelaksana kurikulum.
                           Kurikulum adalah seperangkat pengalaman belajar yang akan di dapat oleh peserta didik selama ia mengikuti suatu proses pendidikan. Keberhasilan dari suatu kurikulum yang ingin di capai sangat bergantung pada factor kemampuan yang dimiliki oleh guru.
f)         Guru sebagai pembimbing (Konselor).
                           Guru sebagai pembimbing (konselor) dituntut untuk mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach) dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung.[3]
2.  Kompetensi Profesional yang Dituntut.
Menurut Dewa Ketut Sukardi, kompetensi professional guru yang dituntut dalam Bimbingan dan Konseling yakni :[4]
a.    Kompetensi Pribadi.
Beberapa kompetensi pribadi yang harus ada pada guru yaitu memiliki pengetahuan tentang materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
b.    Kompetensi Sosial.
Kompetensi sosial yang dimiliki guru adalah menyangkut kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan.
c.    Komptensi Profesional Mengajar.
Berdasarkan peran guru sebagai pengelola proses pembelajaran harus memiliki kemampuan :
1.    Merencanakan sistem pembelajaran.
2.    Melaksanakan sistem pembelajaran.
3.    Mengevaluasi sistem pembelajaran.
4.    Mengembangkan sistem pembelajaran.
C. Tugas dan Kompetensi Konselor.
1. Tugas Konselor
Tugas dari konselor berkaitan dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik  di sekolah. Berikut beberapa hal mengenai tugas konselor:
1.    Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami serta menilai bakat dan minat.
2.    Pengembangan kehidupan sosial, ialah bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial dan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan, dan bermartabat.
3.    Pengembangan kemampuan belajar, adalah bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar untuk mengikuti pendidikan sekolah secara mandiri.
4.    Pengembangan karier, ialah bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karier.[5]
2. Kompetensi Konselor
Rumusan standar kompetensi konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikiran yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Menurut PP 19/2005, maka rumusan kopetensi akademik dan profesional konselor dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi berikut
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI


A. KOMPETENSI PEDAGOGIK


1. 1. Menguasai teori dan praksis pendidikan
1.1 Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya
1.2 Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran
1.3 Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan

2. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli

2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia, perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan
2.5. Mengaplikasikan kaidah-kaidah kesehatan mental terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan

3. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan
3.1 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur pendidikan formal, nonformal dan informal
3.2 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus
3.3 Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi.


B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN


4.   Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.1 Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.2 Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain
4.3 Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur

5. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih
5.1 Mengaplikasikan pandangan positif  dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, sosial, individual, dan berpotensi
5.2 Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya
5.3 Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya
5.4 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya.
5.5 Toleran terhadap permasalahan konseli
5.6 Bersikap demokratis.

6. Menunjukkan integritasdan stabilitas kepribadian yang kuat
6.1 Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten )
6.2 Menampilkan emosi yang stabil.
6.3 Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan
6.4 Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stres dan frustasi

7. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi
7.1 Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif
7.2 Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri
7.3 Berpenampilan menarik dan menyenangkan
7.4 Berkomunikasi secara efektif

C. KOMPETENSI SOSIAL

8. Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
8.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di tempat bekerja
8.2 Mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat bekerja
8.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga administrasi)
9. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
9.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi
9.2 Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling
9.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi
10. Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi
10.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan konseling kepada organisasi profesi lain
10.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling
10.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga paraprofesional dan profesional profesi lain.
10.4 Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai dengan keperluan

D. KOMPETENSI PROFESIONAL

11. Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli
11.1 Menguasai hakikat asesmen
11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling
11.3 Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling
11.4 Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalah-masalah konseli.
11.5 Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli.
11.6 Memilih dan mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan
11.7 Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tepat
11.9 Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik asesmen
12. Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling.
12.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling.
12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan konseling.
12.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
12.5 Mengaplikasikan pendekatan /model/jenis pelayanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
12.6 Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan dan konseling.
13. Merancang program Bimbingan dan Konseling
13.1 Menganalisis kebutuhan konseli
13.2 Menyusun program bimbingan dan konseling yang berkelanjutan berdasar kebutuhan peserta didik secara komprehensif dengan pendekatan perkembangan
13.3 Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan konseling
13.4 Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program bimbingan dan konseling
14. Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif

14.1 Melaksanakan program bimbingan dan
konseling.
14.2 Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
14.3 Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial konseli
14.4 Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan konseling
15. Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan konseling
15.2 Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling.
15.3 Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak terkait
15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program bimbingan dan konseling
16. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
16.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional.
16.2 Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional konselor
16.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut dengan masalah konseli.
16.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan
16.5 Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan profesi
16.6 Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor
16.7 Menjaga kerahasiaan konseli
17. Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling
17.1 Memahami berbagai jenis dan metode penelitian
17.2 Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling
17.3 Melaksaanakan penelitian bimbingan dan konseling
17.4 Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan dan konseling

D. Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan Konselor.
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru, konselor dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu, masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan. Seperti masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula masalah-masalah peserta didik yang ditangani konselor terkait dengan proses pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya.
            Keunikan dan keterkaitan pelayanan pembelajaran oleh guru dan pelayanan bimbingan dan konseling oleh konselor dapat dilihat dari table berikut
No
Dimensi
Guru
Konselor
1.
Wilayah Gerak
Khususnya sistem pendidikan formal
Khususnya sistem pendidikan formal
2.
Tujuan umum
Pencapaian tujuan Pendidikan Nasional
Pencapaian tujuan pendidikan nasional
3.
Konteks tugas


Pembelajaran yang mendidik melalui mata pelajaran dengan sekenario guru - murid
Pelayanan yang memandirikan dengan sekenario konseling – konselor
a. Fokus Kegiatan
Pengembangan kemampuan penguasaan bidang studi dan masalah-masalahnya
Pengembangan potensi diri bidang pribadi sosial, belajar karir dan masalah-masalahnya
b. Hubungan kerja
Alih tangan (referral)
Alih tangan (referral)
4.
Target Intervensi




a. Individual
Minim
utama
b. kelompok
Pilihan strategis
Pilihan strategis
5.
Ekspektasi kinerja



a. Ukuran keberhasilan
Pencapaian standart kompetensi lulusan lebih bersifat kuantitatif
Kemandirian dalam kehidupan lebih bersifat kualitatif yang unsur-unsurnya saling terkait
b. Pendekatan umum
Pemanfaatan instructional effects and nurturant effects melalui pembelajaran yang mendidik
Pengenalan diri dan lingkungan oleh konselor dalam rangka pengentasan masalah pribadi, sosial, belajar dan karir.
c. Perencanaan tindak intervensi
Kebutuhan belajar ditetapkan terlebih dahulu untuk ditawarkan kepada peserta didik
Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan dalam proses transaksional oleh konseling di fasilitasi oleh konselor
d. Pelaksanaan tindak intervensi
Penyesuaian berdasarkan respons ideosinkretik peserta didik yang lebih terstruktur
Penyesuaian proses berdasarkan respons indosinkretik konseling dalam transaksi makna yang lebih lentur dan terbuka

E. Guru sebagai Mitra Konselor.
Guru adalah personel yang sangat penting dalam aktivitas bimbingan dan konseling. Dalam hal ini guru membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik. Salah satunya adalah wali kelas sebagai mitra kerja konselor. Peran wali kelas sebagai mitra konselor sebagai pengembang suasana atau interaksi kelompok (kelas) yang sehat , penjalin informasi dan komunikasi dengan orang tua, deteksi dukungan dan permasalahan keluarga, analisis kebutuhan dan permasalahan peserta didik dalam berelasi sosial dan mengaktualisasikan potensi akademik. [6]
Tugas-tugasnya dalam bimbingan dan konseling, yaitu :
1.      Membantu guru bmbingan dan konseling melaksanakan layanan bimbingan da konseling yang menjadi tanggung jawabnya,
2.      Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi peserta didik , khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, unk mengikuti layanan bimbingan dan konseling,
3.      Memberikan informasi tentang peserta didik di kelasnya untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling dari guru bimbngan dan konseling,
4.      Menginformasikan kepada guru mata pelajaran tentang peserta didik yang perlu diperhatikan khusus,
5.      ikut serta dalam konferensi kasus.[7]
Sedangkan konselor lebih memiliki karakteristik khusus, yang dikemukakan oleh Curey sebagai berikut :
1.         Memiliki cara-cara sendiri. Konselor selalu ada dalam proses pengembangan gaya yang unik, yang menggambarkan filsafat dan gaya hidup pribadinya, dan walaupun bebas meminjam ide-id dan teknik-teknik rang lain, ia tiak serta merta menirunya.
2.         Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri. Mereka dapat meminta, dibutuhkan dan menerima dari orang lain, dan tidak menutup diri dari orang lain.
3.         Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan sendiri. Mereka merasa nyaman bersama orang ain dan orang lain pun juga nyaman bersamanya.
4.         Terbuka terhadap perubahan dan auu mengambil resiko yang lebih besar.
5.         Terlibat dalam proses-proses pengembangan kesadaran entang diri dan orang lain.
6.         Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi kretidakmenetuan.
7.         Memliki identitas diri. Artinya mereka mengetahui siapa diri mereka, apa yang dapat dicapai dan dilakukan.
8.          Mempunyai rasa empati yang tidak posesif. Mampu mengalami dan mengetahui dunia orang lain.
9.         Hidup. Artinya pilihan mereka berorientasi pada keidupan.
10.     Otentik, nyata, sejalan, jujur dan bijak. Mereka berusaha menjadi apa yang klien pikir dan rasakan.
11.     Memberi dan menerima kasih sayang, dapat memberikan sesuatu dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang dikasihi serta mempunyai kemampuan untuk memerhatikan orang lain.
12.     Hidup pada masa kini.
13.     Dapat berbuat salah maupun mengakui kesalahannya.
14.     Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup melalui kegiatan-kegiatan. [8]






           






BAB III
KESIMPULAN
            Guru adalah pelaksana pengajaran serta bertanggung jawab memberikan informasi tentang siwa untuk kepentingan bimbingan dan konseling. Tugas utama seorang guru adalah mengajar. Sedangkan Konselor adalah pelaksana utama yang mengkoordinasi semua kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
Tugas guru dalam bimbingan konseling yakni sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, pengarah pembelajaran, evaluator, pelaksana kurikulum, dan pembimbing (konselor). Dalam hal ini, guru juga dituntut memiliki kompetensi-kompetensi tertentu diantaranya kompetensi pribadi, kompetensi sosial, kompetensi professional mengajar. Selain peran guru dalam bimbingan dan konseling, tentu saja ada tugas konselor yaitu Pengembangan kehidupan pribadi, Pengembangan kehidupan sosial, Pengembangan kemampuan belajar, dan Pengembangan karier. Dan juga seorang konselor harus memiliki kompetensi diantaranya pedagogic, kepribadian, sosial dan professional.
Guru adalah personel yang sangat penting dalam aktivitas bimbingan dan konseling. Dalam hal ini guru membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik. Salah satunya adalah wali kelas sebagai mitra kerja konselor. Peran wali kelas sebagai mitra konselor sebagai pengembang suasana atau interaksi kelompok (kelas) yang sehat , penjalin informasi dan komunikasi dengan orang tua, deteksi dukungan dan permasalahan keluarga, analisis kebutuhan dan permasalahan peserta didik dalam berelasi sosial dan mengaktualisasikan potensi akademik.





DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press, 2011.
Umar dan Sartono. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
Sukardi, Dewa Ketut. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Supriatna, Mamat. Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi (Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor). Jakarta: Raja Grafindo, 2011.




[1] Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 117.
[2] Ibid,. 118.
[3] Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 24-29.
[4] Ibid., 31-32.
[5] Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Jogjakarta: DIVA Press, 2010), 196-197.
[6] Mamat Supriatna, Bimbingan Dan Konseling Berbasis Kompetensi (Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor), (Jakarta: Raja Gafindo, 2011), 245.
[7] Ibid., 88-89.
[8] Ibid.,