Biografi Singkat KH. Thoha Mu’id
BIOGRAFI KH. THOHA MU’ID
(Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ishlah)
Kita tidak bisa dikatakan sebagai orang
yang besar, manakala tidak pernah mau tahu tentang sepak terjang,
kebesaran jasa serta prestasi yang pernah dicapai oleh para pendahulu
kita. Rangkaian jejak rekam sejarah masa silam akan menjadi sesuatu yang
krusial bagi generasi era sekarang dan yang akan datang sebagai bahan
evaluasi serta pertimbangan dalam menapak masa depan.
Suatu keharusan bagi kita untuk menelaah
sejarah Rasul saw. yang seumur hidupnya didedikasikan untuk kepentingan
umat, dengan mengajarkan risalah Islam. Dengan demikian, bukanlah
menjadi suatu yang berlebihan jika beliau menyandang predikat Uswatun Hasanah
(tempatnya suri tauladan yang baik) bagi generasi berikutnya. Untuk
selanjutnya kita harus mengambil tauladan dari para ulama sebagai
pemegang otoritas, untuk meneruskan visi dan misi kenabian. Dalam sebuah
riwayat dikatakan:
ألعلـــــــماء ورثة الأنــبياء
”ulama adalah pewaris para nabi”
Beliau adalah KH. Thoha Mu’id, atau yang biasa dipanggil dengan Kyai Thoha, seorang ulama yang telah lama bergelut dengan pahit getirnya irama kehidupan
A. Keturunan Ulama
وَقُلْ رَبِّ أَنْزِلْنِي مُنْزَلا مُبَارَكًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ
Dan berdoalah: “Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat. Qs. Al-Mukminun(23): 29
KH. Thoha Mu’id di
lahirkan pada tangga l4 Agustus 1924.di desa Bandarkidul-Mojoroto-Kota
Kediri. Beliau dilahirkan dalam lingkungan dan keluarga yang kental
dengan tata kehidupan yang religius. Adalah desa Bandarkidul yang
merupakan lingkungan yang dipenuhi dengan gaya kehidupan pesantren, ini
menjadikan beliau seorang yang taat terhadap agama.
Pada masa kecil beliau pendidikan agama
diperoleh dari sang ayah dan saudara-saudaranya dalam sebuah madrasah
yang dikelola oleh Kyai M. Yusuf Mu’id, yang merupakan kakak kandung
beliau sendiri.
B. Kawah Condrodimuko
Masa remaja adalah salah
satu fase terpenting dalam kehidupan manusia. Ini merupakan masa-masa
pertumbuhan, pencarian, dan pembentukan jati diri yang mendebarkan. Pada
saat-saat itu, ada begitu banyak gejolak dan pertanyaan yang bergerak
dalam hati dan pikiran yang tak mudah didamaikan. Masa remaja adalah
sebuah fase ketika kita tidak bersedia lagi dianggap sebagai anak kecil,
namun terlalu naif untuk dapat disebut sebagai orang dewasa. Sosok
manusia tanggung yang belum memiliki jati diri yang kokoh.
Dalam fase pertumbuhan dan pencarian
semacam itu, setidaknya ada tiga hal penting yang harus dipenuhi agar
seorang remaja dapat tumbuh secara sehat, wajar, dan normal. Pertama adalah keberadaan sosok panutan atau seorang hero yang bisa menjadi inspirasi sekaligus motivator. Kedua,
lingkungan yang kondusif yang bisa mendukung pengembangan minat dan
bakat sekaligus dapat menjalankan fungsi kontrol dan afeksi. Ketiga,
teman-teman yang tidak hanya menjadi tempat curahan hati dan
bermain-main, namun juga bisa menjadi kawan belajar dan berdiskusi.
It’s never late to learn (Tak ada istilah terlambat untuk belajar). Rasulullah Saw telah bersabda :
اطلب العلم من المهد الى اللحد
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian ibu sampai ke liang lahad.” Nabi Muhammad Saw telah mencanangkan Long life education jauh sebelum dunia barat menemukannya.
Perjalanan pendidikan beliau dimulai dari
Madrasah Ibtidaiyyah yang diasuh oleh ayahnya sendiri, setelah itu
melanjutkan ke Madrasah Islamiyyah Menengah ( MIM) selama 3 tahun,
gedungnya berada di sebelah utara Masjid Agung Kota Kediri yang sekarang
menjadi SMP Islam, sekaligus Kampus STITM Kota Kediri. Beliau sempat
mengenyam pendidikan ke suatu Madrasah di Blimbing-Lamongan kepada Syekh
Adnan ± 1 tahun, di usianya yang genap 17 tahun beliau memutuskan
untuk melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Mojosari yang kala
itu diasuh oleh KH. Zainuddin. Di Pondok Pesantren
Mojosari ini beliau sempat mengenyam pendidikan selama selama 13 tahun
(1940-1953). Setelah 8 tahun berjalan, beliau menjadi kepala Pondok
Pesantren Mojosari dan merintis berdirinya madrasah di Pondok Pesantren
Mojosari atas izin dan restu KH. Zainuddin.
Dalam masa 13 tahun inilah kepribadian
beliau mulai terbentuk. Semangat dan ketekunan beliau dalam mempelajari
ilmu-ilmu agama membuat teman-teman beliau merasa segan dan menaruh
hormat. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada saat itu sebagian
santri Pondok Pesantren Mojosari, menjadikan beliau sebagai guru ke dua setelah KH. Zainuddin.
saat beliau masih berada di Pesantren Mojosari Ibu beliau (Siti
Ruqoyyah) memenuhi panggilan untuk menghadap Ilahi Robbi, tepatnya pada
hari Ahad Pon tanggal 20 Mei 1951/ 14 Sya’ban 1370 H, pukul 24.00 WIB.
Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada hari hari Sabtu Pon tanggal 7
Mei 1960 / 11 Dzulqo’dah 1379 pukul 09.00 WIB, Ayahanda beliau pulang ke
hadirat Allah yang Maha Pencipta untuk selama-lamanya. Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’un, semoga semua amal perjuangan dan amalan ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT. Amin Ya Robbal ‘Alamiin.
Semangat dan ketekunan serta dedikasi beliau sebagai seorang ulama yang
menjadi pewaris nabi telah mendarah daging dalam jiwa dan raga beliau.
Sehingga pada usia beliau yang hamper 90 th ini tidak menyurutkan tekad
dan semangat dalam tholabul ‘ilmi. Ke istiqomahan beliau dalam
mentarbiyyah para santrinya baik secara dhohir dan batin menjadi sebuah
bukti atas keteguhan hati beliau.
C. Dari Gotakan Hingga Pelaminan
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala
ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup
seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik. Qs. al-Anbiya’ (21): 89
Atas restu KH. Zainuddin, beliau menikah dengan Siti Asiyah,
seorang santri dari Pondok Pesantren Mojosari asal Kresek-Madiun.
Pernikahan ini berlangsung saat-saat terakhir beliau berada di Pondok
Mojosari, kemudian bertempat tinggal di Pondok Pesantren al-Ishlah.
Dari pernikahannya dengan Nyai Hj. Siti Asyiah ini
beliau dikaruniai 11 anak (8 putra dan 3 putri) tercatat mempunyai 37
cucu (2 diantaranya meninggal waktu kecil), dan 5 cicit. (pada saat
buku ini ditulis tanggal 25 Agustus 2010)
Ibu Nyai Hj. Siti Asyiah meninggal tepatnya pada tanggal 8 Agustus 2004 M/21 Jumadil Akhir 1425 H. Sepeninggalan Ibu Nyai Hj. Siti Asiyah, KH. Thoha Mu’id menikah dengan Ibu Nyai Thohirotin yang merupakan kakak kandung dari Ibu Nyai Hj. Siti Asiyah, akan tetapi pernikahan ini tidak berlangsung lama. Kemudian, beliau menikah lagi dengan Ibu Nyai Shofro’in dari Pace-Nganjuk.
D. Dharma Bakti SejatiAllah berfirman dalam Qs. Al-An’am (6): 161-163
قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا
وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ* قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ* لا شَرِيكَ لَهُ
وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah
ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang
benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk
orang-orang yang musyrik. Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah
orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).
Setelah KH. Abdul Mu’id, Kyai Yusuf
Mu’id wafat, beliau merupakan sosok yang dianggap mumpuni untuk membawa
estafet perjuangan, meneruskan cita-cita ayahanda dan kakak beliau.
Ketekunan dan ketelatenan beliau lakukan dalam mendidik para santri dan
muridnya. Dedikasi dan semangat beliau dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan tidak hanya terbatas pada pengajian kitab kuning secara
sarasehan. Sebagai seorang pengasuh pesantren beliau adalah sosok yang
profesional dan konsisten. Selama tujuh hari dalam sepekan, empat pekan
dalam sebulan, dua belas bulan dalam setahun, berjamaah dalam lima kali
waktu shalat bersama para santri, disamping mengaji ba’da maktubah
dan mengkoordinir roan para santri. Dalam hal ini, beliau tidak hanya
menyisihkan waktu, namun memberikan seluruhnya pada para santri. Hampir
dalam setiap kegiatan beliau selalu turun langsung – menjadi imam dalam
setiap shalat wajib, mengajar di setiap ba’da shalat, menemui tamu,
mengorganisasi roan dan dalam setiap aktivitas tersebut beliau selalu
melakukan dengan penuh semangat dan totalitas.
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku,
masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku
secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau
kekuasaan yang menolong. Qs. al- Isra’ (17): 80
Ketokohan beliau sebagai seorang ulama salaf, tidak hanya dirasakan oleh para santri didalam Pondok Pesantren al-Ishlah.
Bahkan lebih dari sekedar itu, beliau adalah sosok yang inovatif dan
progresif. Hal itu terbukti dengan gagasan beliau yang brilian.
Diantaranya adalah memprakarsai berdirinya Yayasan Jama’ah Haji
al-‘Arafah di Jl. Raung No.190 Bandarkidul-Mojoroto-Kota Kediri (dengan
mendirikan RSI al-Arafah, Apotik al-Arafah, akan mendirikan pula
“Sekolah kebidanan” RSI al-Arafah) Yayasan Iskandari (SDI Bandarkidul,
Raudlatul Athfal), Masjid Nurul Iman, Masjid Nurul Islam, Masjid Nurul
Ihsan, Masjid Rohmat (Bandar Rejo), MTs.N I Kota Kediri, Pondok
Pesantren dan Madrasah at-Thohiriyah Pinggirsari – Tulungagung, yang
diasuh Drs. KH. Kholid Thohiri (alumni), Masjid al-Kautsar Ds. Berbeg-
Nganjuk yang diresmikan pada tanggal 27 Romadlon 1429 H (2008) oleh KH.
Zubaduzzaman (Gus Bad) yang sekarang dibina oleh Kyai Syakir Billlah
(alumni), Pondok Pesantren al-Ikhlas Ngetos-Nganjuk (pemberi nama) yang
diasuh oleh KH. M. Ilyas (alumni), Pondok Pesantren Nurul Ishlah
Ngronggot-Nganjuk (penggagas) yang diasuh oleh Drs. KH. Sumanan Hidayat.
E. Perjalan Akhir KH. Thoha Mu’id
Innalillahi wa innaa ilaihi rooji’uun…
Hadrotus Syeikh KH Thoha Mu’id, pendiri sekaligus pengasuh pondok
Pesantren al-Ishlah Bandarkidul meninggal dunia pada usia 89 tahun pada
Rabu Paing, 20 April 2011 / 10 Jumadil Ula 1432 H pada pukul 13.00 WIB.
Banyak sekali ilmu yang telah diberikan kepada kita semua, berbagai
fatwa, wejangan-wejangan yang telah beliau berikan tanpa mengenal lelah.
Setiap maghrib dan subuh tanpa mengenal lelah beliau tetap berputar
mengelilingi pondok untuk selalu mengingatkan kepada kita semua untuk
sholat berjama’ah.
Banyak sekali yang patut kita lestarikan
dari ajaran dan pemikiran beliau, mulai dari cara mengajar santri,
memimpin pondok pesantren, memikirkan ekonomi, mencari jawaban untuk
sebuah solusi, ke istiqomahan beliau dalam berjamaah dan mengaji. Beliau
juga merupakan sosok Kyai yang netral tidak terkontaminasi oleh
kepentingan apapun. Selama hidupnya Syekhina dikenal sebagai Kyai
Kharismatik, dan tidak pernah terpengaruh dengan iming iming kekayaan
termasuk kepentingan politik. Kini Kyai sepuh yang banyak jadi panutan
masyarakat Kediri itu telah tiada, semoga perjuangannya bermanfaat bagi
kepentingan umat. Selamat jalan Syeikhina, terima kasih atas semua
ilmu-ilmu yang telah Yai ajarkan kepada kami santri Al-Ishlah dengan
penuh kesabaran. Akhir kata hanya do’a yang bisa kami haturkan kepada
Yai…..
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ
وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ
بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا
نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا
خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا
مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ
الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
“Ya Allah! Ampunilah dia berilah
rahmat kepadanya selamatkanlah dia maafkanlah dia dan tempatkanlah di
tempat yang mulia, luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan
air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau
membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik
dari rumahnya, berilah keluarga yang lebih baik daripada keluarganya,
istri yang lebih baik daripada istrinya, dan masukkan dia ke Surga,
jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”
Lahul Fatihah….
—————–
Ini merupakan cuplikan sejarah Perjalanan hidup Syeikhina KH. Thoha Mu’id,
yang pernah ditulis dalam buku memory 56 Tahun Pondok Pesantren
Al-Ishlah. Tentunya ini tulisan yang jauh dari Ideal dan masih perlu
untuk disempurnakan, baik dari segi redaksi karena memang ketika
menyusun keterangan yang diperoleh sangat terbatas. Untuk dapat
menuliskan sejarah Beliau secara sempurna tentu sangat membutuhkan
sumbangsih dari Bapak/Ibu/Sdr/i Alumni Pondok Pesantren Al-Ishlah,
Bandarkidul, Mojoroto Kota Kediri. Apabila kesalahan dalam redaksi /
data mohon segera di konfirmasikan
0 komentar:
Posting Komentar